Business Owners, pernahkah Anda memiliki pengalaman yang buruk saat membeli atau menggunakan suatu produk? Bisa karena pengalaman berbelanjanya, atau kualitas dari barang yang dibeli tidak sesuai dengan harga jualnya. Atau bahkan, pelayanan yang diberikan oleh staff dari toko produk tersebut yang kurang ramah.
Sadar tidak sadar, hal tersebut tentu membangun opini tersendiri di benak Anda, mempengaruhi bagaimana Anda menilai, memandang, juga keseluruhan aspek tentang brand tersebut. Jika Anda memiliki pengalaman yang kurang baik terhadap suatu brand, mungkinkah Anda merekomendasikannya kepada orang lain?
Seringkali, para pemilik brand tidak begitu memikirkan bagaimana pengalaman pelanggannya saat membeli produk mereka. Fokus utamanya adalah penjualan dan keuntungan. Namun mereka lupa, bahwa pelanggan yang mau kembali lagi untuk membeli atau menggunakan barang atau jasa dari mereka adalah yang lebih penting daripada mereka yang hanya datang sekali dan membayar dengan harga tinggi.
Hal tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi brand dan customer experience dari brand yang bersangkutan. Jika sudah berada diujung tanduk, perusahaan biasanya baru ketar-ketir memikirkan bagaimana cara untuk mengembalikan dan meningkatkan brand dan customer experience mereka kembali, dan yang terutama, brand loyalty dari para pelanggannya. Namun sayang, banyaknya kesalahan yang tanpa sadar dilakukan membuat kegiatan untuk meningkatkan brand experience menjadi lebih sulit.
Lantas apa saja kesalahan-kesalahan yang sadar tidak sadar dapat mempengaruhi brand experience suatu merek di mata publik? Baca sampai habis ya, Business Owners..
1. Tidak Memprioritaskan Pengalaman Pelanggan
Dapat dipastikan, tujuan utama dalam penjualan adalah mencapai target. Namun perlu diingat, memprioritaskan pengalaman pelanggan juga tidak boleh dilupakan. Sebab pengalaman sebelum, sesaat, dan sesudah melakukan penjualan adalah hal yang paling memorable bagi pelanggan. Melalui pengalaman tersebutlah pelanggan dapat menentukan apakah mereka akan setia dengan produk kita, atau beralih mencari brand lain
2. Menganggap HIPPO = Customer Experience
HIPPO atau Highest-Paid Person Opinion adalah sebuah strategi yang dilakukan untuk dapat meningkatkan ketertarikan calon pelanggan terhadap brand dengan cara membayar orang untuk memberikan ulasan positif terhadap brand kita. Seringkali HIPPO dianggap serupa dengan customer experience walaupun sebetulnya berbeda jauh. HIPPO tidak bisa mewakili pengalaman pelanggan terhadap brand secara langsung karena mereka dibayar, tentu ulasan mereka adalah atas dasar kerjasama yang ada
3. Fokus Terhadap Hal yang tidak begitu Penting Bagi Pelanggan
Alih-alih Business Owners terlalu memusingkan perihal iklan apa yang dapat menarik pelanggan atau hadiah/reward apa yang dapat diberikan pada pelanggan, bukankah lebih baik Business Owners meningkatkan kualitas dan pelayanan yang dapat diberikan kepada para pelanggan? Agar mereka merasakan pengalaman yang positif selama menggunakan produk Anda. Iklan dan hadiah hanya akan dibicarakan dan ‘booming’ beberapa saat, namun persepsi yang kurang baik akan terus melekat selama tidak diubah.
Nah, Business Owners, jika Anda renungkan, apakah salah satu kesalahan-kesalahan diatas terjadi pada bisnis Anda? Jika iya, segera perbaiki sebelum ‘krisis’ terjadi. Jika Anda butuh saran dari ahli, jangan ragu untuk menghubungi kami, Calibreworks siap membantu Anda untuk membangun brand experience yang lebih baik lagi.